Jumat, 09 Desember 2011

NASYID

Bingkai Kehidupa
By:Shoutul Harokah

Listen Here
Bingkai Kehidupan - Shoutul Harokah.mp3



Mengarungi samudera kehidupan
Kita ibarat para pengembara
Hidup ini adalah perjuangan
Tiada masa tuk berpangku tangan

Setiap tetes peluh dan darah
Tak akan sirna ditelan masa
Segores luka di jalan Allah
'kan menjadi saksi pengorbanan

Reff :
Allahu ghaayatunaa
Ar-Rasuulu qudwatunaa
Al-Qur'aanu dusturunaa
Al-Jihadu sabiiluna
Al-Mautu fii sabilillah
Asma amaanina

Allah adalah tujuan kami
Rasulullah teladan kami
Al Qur'an pedoman hidup kami
Jihad adalah jalan juang kami
Mati di jalan Allah adalah cita-cita kami tertinggi 

NASYID

Teman Sejati
By: Brother
listen Here:
Brothers_Teman Sejati.mp3


Inro: C Dm G C

C
Selama ini kumencari - cari
      Dm
Teman yang sejati
  G
Buat menemani 
    C
Perjuangan suci

          C
Bersyukur kini pada-Mu Ilahi
      Dm          G 
Teman yang dicari selama ini
   C
Telah kutemui

C
Dengannya disisi
Perjuangan ini
     Dm
Tenang di harungi
   G         C 
Bertambah murni kasih Illahi

*
   F
Kepada Mu Alloh 
     Dm
Kupanjatkan doa
   G         C
Agar berkekalan kasih sayang kita
   F
Kepada Mu Teman
   Dm
Kupohon sokongan
 G         C
Pengorbanan dan pengertian
    F       C
Telah kuungkapkan segala - galanya

back to *)

   F
Itulah tandanya 
     C
Kejujuran kita
F   G   C
a.. a.. a.....
                       F
Kumencari - cari teman yang sejati
         G          C
Buat menemani perjuangan suci 
F   G    C
o.. o... a.. a....

NASYID

Satu Perjuanagan
by: brother

listen here:
Brothers - Satu Perjuangan.mp3


Syukur Pada Yang Esa
Rahmat PemberianNya
Persaudaraan, Keharmonian

Jalinkan Kasih Sayang
Hulurkanlah Bantuan
Kepada Yang Memerlukannya

Mari Kita Bina Satu Ummah Majujaya
Mula Diri, Keluarga, Sahabat
Masyarakat Dan Negara

Dengan Satu Perjuangan
Satu Arah Tujuan
Di Bawah Rahmat Yang Esa

Kita Melangkah Seiringan
Satu Perjuangan

Rintangan Pasti Melanda
Jangan Undur Walau Selangkah
Teruskan Perjuangan
Hingga Ke Akhirnya
Andai Kau Gugur
Andai Kau Syahid
Kau DiredhaiNya

RESUME BUKKU HUKUM PIDANA

ASAS-TEORI-PRAKTIK HUKUM PIDANA

Penulis buku                           : Dr. Leden Marpaung, S.H.
Penerbit dan tahun terbit        : Sinar Grafika, Jakarta, 2008

1.            PENDAHULUAN
A.    Pengertian Hukum Pidana
Doktrin membedakan hukum pidana materiil dan formil.
Mr.J.M, van Bemmelen menjelaskan bahawa: “hukum pidana meteriil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadapa perbuatan itu, dan pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tatatertib yanga harus diperhatikan pada kesempatan itu”.
Pada hakikatnya hukum pidana materiil berisi larangan atau perintah yang jika tidak dipatuhi diancam dengan sanksi. Adapun hukum pidana formil adalah aturan hukum yang mengatur cara menegakkan hukum pidana materiil.
Selain pembagian diatas Prof. Simons membagi hukum pidana atas hukum objektif (hukum pidana yang berlaku) dan hukum pidana Subjektif (hak dari Negara untuk mengaitkan pelanggaran terhadap suatau peraturan dengan hukuman)
Selain hal-hal diatas dikenal juga adanya hukum pidana militer yang semata-mata diberlakukan bagi militer. Adapun hukum pidana yang berlaku pada masyarakat umum disebut dengan hukum pidana sipil.
B.     Tujuan Hukum Pidana
Ada beberapa Teori untuk membenarkan penjatuhana hukuman, diantaranya Teori absolute dan Teori relatif.
1.      Teori absolut
Menurut Teori ini hukuman itu dijatuhkan sebagai pembalasan terhadap pelaku tindak kejahatan yang menyebabkan orang lain terluka atau masyarakat.
2.      Teori relatif
Teori ini dilandasi oleh tujuan-tujuan.
a.       Menjerakan
b.      Memeperbaiki pribadi terpidana
c.       Membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya

C.    Interpretasi
Ada beberapa metode dalam menefsirkan undang-undanag
1.      Metode gramatika atau tatabahasa
Menurut metode ini undang-undang ditafsirkan dengan bahasa sehari-hari, dan jika rumusan dalam undang-undang telah jelas, maka arti kata terseut tidak boleh disampingi
2.      Metode sistematika
Menurut metode ini, jika arti kata dari satu rumusan perundang-undangan kurang jelasa maka harus dicari pada pasal-pasal yang lain yang sama artinya, karena perundang-undangan itu merupakan satu kesatuan.
3.      Metode historis
Menurut metode ini, makna dari rumusan undang-undang diketahui denganm menelusuri sajarah pembentukan UU tersebut.
4.      Metode teologis
Menurut metode ini, panafsiran kata-kata dalam rumusan suatu UU, dilakukan dengan meneliti maksud dan keadaan masyarakat pada waktu pembentukan UU tersebut sehingga dapat diketahui maksut dan tujuan dibuatnya UU tersebut.
5.      Metode analogi
Metode ini semata-mata hanya menggunakan logika penalaran.


2.            DELIK
A.    Pengertian Delik
Kata “delik” berasal dari bahasa latin delectikum. Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan: “perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggarana terhadap UU; tindak pidana.” Prof. Moeljatno memakai istilah “perbuatan pidana” untuk kata “delik” karena menurut beliau, kata “tindak” cakupannya sangat sempit.
B.     Pengertian unsur-unsur Delik
Untuk memepermudah pemahaman ada ilustrasi bahwa kata “delik” terdiri atas 5 huruf yaitu: d, e, l, i, k jika tidak ada salah satu kata maka tidak lengkaplah kata “delik” tersebut. Demikian jika diformulasikan kepada “hakekat delik” misalnya dalam delik pencurian:
“Barang siapa mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksut hendak memilikinya dengan, melawan hukum, dihukum karena bersalah tentang pencurian .. dan seterusnya.”
Dari ketentuan diatas, unsur-unsur pencurian adalah:
1.      Barang siapa
2.      Mengambil
3.      Sesuatu barang
4.      Barang itu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
5.      Dengan maksud memilikinya dengan melawan hukum.
Jika tidak ada salah satu dari unsur-unsur diatas maka tidak dapat dinamakan pencurian.
C.    Unsur-unsur Delik berdasarkan analisis (uraian)
Menurut doktrin, unsur-unsur delik terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif.
1.      Unsur subjektif (unsure yang berasal dari diri pelaku)
Asas hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan.” Kesalahan disini disebabkan karena kesengajaan dan keaalpaan.
Kesengajaan terdiri dari 3 (tiga) bentuk, yaitu:
a.       Kesengajaan sebagai maksud;
b.      Kesengajaan dengan keinsafan pasti;
c.       Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan.
Kealpaan terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu:
a.       Tak berhati-hati;
b.      Dapat menduga akibat perbuatan tersebut.
2.      Unsur objektif (unsur yang bersal dari luar diri pelaku)
a.       Perbuatan manusia, berupa
1)      Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif.
2)      Omission, yakni perbuatan pasif atau negative, yaitu perbuatan membiarkan atau mendiamkan.
b.      Akibat (result) perbuatan manusia
Akibat tersebut membahayakan atau merusak, dan dapat mengancam nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan lain sebagainya.
c.       Keadaan-keadaan
1)      Keadaan pada saat perbuatan dilakukan
2)      Keadaan setelah perbuatan dilakukan
d.      Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum
Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si palaku dari hukuman. Sifat melawan hukum adalah apabila apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.

3.            KESENGAJAAN ATAU DOLUS
A.    Pengertian Kesengajaan atau dolus
Dalam Criminel Wetbook (KUHP) tahun 1809 dicantumkan: “kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh UU.”
B.     Teori tentang pengertian kesengajaan
Ada 2 (dua) Teori tentang kesengajaan, yakni:
1.      Teori kehendak
Menurut van Hippel, kesengajaan adalah kehendak membuat suatu tindakan  dan kehendak menibulkan suatu akibat dari perbuatan tersebut.
2.      Teori membayangkan
Teori ini mengemukakan bahwa manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat; manusia hanya dapat mengingini, mengharapkan atau membayangkan kemungkinan adanya akibat.
C.    Teori tentang kehendak
Ada 2 teori tentang kehendak, yakni:
1.      Determinisime
Menurut aliran ini, manusia tidak mempunyai kehendak bebas. Manusia melakukan suatu perbuatan didorong oleh beberapa hal, baik berasal dari sanubari maupun dari luar dirinya.
2.      Indeterminisme
Aliran ini berpendapat bahwa, meskipun manusia untuk melakukan suatu perbuatan dipengaruhi oleh bakat dan melieu, manusia dapat menentukan kehandaknya secara bebas.
D.    Bentuk-bentuk kesengajaan
1.      Kesengajaan sebagai masksud
Agar dibedakan antara “maksud” dan “motif”. Contoh:
A bermaksud membunuh B, yang menyababkan ayahnya meninggal. A menembak B dan B meninggal.
Pada contoh diatas, dorongan untuk membalas kematian ayahnya disebut motif, adapun maksud adalah kehendak si A untuk melakukan perbuatan yang dapat diancam pidana.
2.      Kesengajaan dengan keinsafan pasti
Si pelaku yakin bahwa selain akibat dimaksud, akan terjadi suatu akibat lain.
Contoh:
A berkehendak membunuh si B, dengan membawa pistol, A menuju rumah B. setelah sampai di rumah si B, si C berdiri didepan si B. disebabkan rasa marah, walaupun dia tahu bahwa si C berdiri didepan si B, mula-mula si A melepaskan pluru, pertama mengenai si C kemudian mati, trus yang kedua mengenai si B kemudian mati juga. Dalam hal ini, opzet A terhadap B adalah kesengajaan sebgai maksud, sedangkan terhadap C adalah kesengajaan dengan keinsafan pasti.
3.      Kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan
Si pelaku menyadari bahwa dengan tindakannya ada kemungkinan timbul akibat lain yang juga dilarang dan diancam undang-undang.
Contoh:
A hendak membalas dendam dengan B, si A mengirimi kue tar beracun kepada si B, si A tahu bahaw istri si B tinggal bersama B. A memikirkan adanya kemiungkinan bahwa istri B yang tidak bersalah akan memakan kue tar tersebut. Walapun toh demikian si A tetap mengirmkan kue tar beracun tersebut. 

4.            KEALPAAN (NEGLIGENCE ATAU CULPA)
A.    Pengertian Kealpaan
Kalau kesengajaan disebabkan oleh “kehendak,” maka kealpaan disebabkan karena tidak dikehendaki. Prof. Mr. D.simons menerangkan “kealpaan” sebagai berikut.
“umumnya kealpaan itu terdiri atas dua bagian, tidak berhati-hati melakukan perbuatan, disamping dapat menduga akibat perbuatan itu.”
B.     Bentuk-bentuk Kealpaan
1.      Kealpaan dengan kesadaran
Dalam hal ini pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, walaupun ia berusaha untuk mencegah, toh timbul juga akibat tersebut.
2.      Kealpaan tanpa kesadaran
Dalam hal ini pelaku tidak membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam hukuman oleh UU.
C.    Contoh Kealpaan
A membuat api untuk menanak nasi, jelas disini bahwa si A membuat api dengan sengaja. Akan tetapi kemudian api menjilat dinding rumah sehingga menimbulkan kebakaran. Dalam hal ini, perbuatan A yang menimbulkan akibat kebakaran ini harus ditinjau dari sudut syarat-syarat schuld seperti yang dikemukakan di atas, yaitu:
a.       Apakah tidak terdapat kehati-hatian pada diri A?
b.      Apakah A dapat membyangkan akan timbulnya kebakaran itu atau tidak?
Misalnya, setelah A membuat api, api ditinggal ke sumur untuk mengambil air. Akan tetapi saat itu timbul angin sangat kencang yang menyebabkan api menjilat dinding rumah yang kering sehingga terbakar. Misalnya A bisa disimpulkan lalai, karena ia meninggalkan api.
D.    Yurisprudensi Kealpaan
Telah banyak yurispridensi tentang kalpaan diantaranya:
Pengemudi yang mematuhi ketentuan lalu lintas
Kasus posisi:
Pada tanggal 11 agustus 1984, terdakwa Seowarno mengemudikan sebuah kendaraan kijanag yang menabrak sebuah becak yang sedang menyebrang. Peristiwa tersebut mengakibatkan penumpang becak tercampak dari becak dan jatuh kejalan raya dan akhirnya meninggal dunia.
Pengadilan Negeri Keraksaan memutuskan:
         Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.
Kasasi diajukan Jaksa penuntut umum dengan alasan:
Pengadilan Negri telah salah dalam menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya.
Mahkamah agung dengan Putusan Reg. No. 624 K/Pid/1986 tanggal 17 Februari 1988 membebaskan terdakwa. Putusan tersebut antara lain membuat pertimbangan:
“Ternyata terdakwa telah cukup berhati-hati dan waspada dan menuruti semua ketentuan lalu lintas”

5.            PERBUATAN MANUSIA
A.    Pengertian Perbuatan manusia
Perbuatan manusia dalam arti luas adalah apa yang dilakukan, apa yang diucapkan (Act) dan bagaimana sikapnya terhadap suatu hal (omission).
B.     Samenloop
Adakalanya sesorang melakukan beberapa perbuatan sekaligus yang menimbulkan masalah tentang penerapannya kegiatan yang sekaligus serentak disebut Samenloop atau concursus
Ilmu hukum pidana mengenal 3 (tiga) bentuk concursus, sebagai berikut:
1.      Concursus idealis; terjadi apabila seseorang melakukan satu perbuatan dn ternyata satu perbuatan tersebut melanggar beberapa ketentuan hukum pidana.
Hal ini diatur dalam Pasal 63 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
1)      Jika suatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu norma pidana, yang dipakai hanya satu dari norma pidana itu; jika hukumannya berlainan, yang dipakai adalah norma pidana yang diancam pidananya yang terberat.
2)      Jika bagi satu perbuatan yang termasuk dalam norma umum, ada suatu norma pidana khusus, norma pidana khusus ini yang dipakai.
2.      Concursus realis; terjadi apabila seseorang sekaligus merealisasikan beberapa perbuatan.
Hal ini diatur dalam pasal 65, pasal 66, dan pasal 70 KUHP. Sebagai berikut:
Pasal 65 KUHP berbunyi:
1)      Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri dan merupakan beberapa kejahatan yang atsanya ditentukan hukuman pokok yang sejenis, maka satu hukuman saja yang dijatuhkan
2)      Lama yang tertinggi dari hukuman itu adalah jumlah hukuman-hukuman tertinggi atas perbuatan itu, tetapi tiidak boleh lebih dari hukuman yang terberat ditambah sepertiga.
Pasal 66 KUHP berbunyi:
1)      Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri dan merupakan beberapa kejahatan yang atsanya ditentukan hukuman pokok tidak sejenis, maka setiap hukuman itu dijatuhkan, tetapi jumlah lamanya tidak boleh melebihi hukuman yang tertinggi ditambah sepertiga.
2)      …..
Pasal 70 KUHP berbunyi:
1)      Jika ada gabungan secara dimaksud dalam passal 65 dan 66 atau antara pelanggaran dan kejahatan atau antara pelanggaran dengan pelanggaran maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan hukuman dengan tidak dikurangi.
3.      Perbuatan lanjutan; terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama beberapa kali, dan diantara perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan yang sedemikian eratnya sehingga rangkaian perbuatan itu harus dianggap  sebagai perbuatan lanjutan.
Hali ini diatur dalam Pasal 64 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 64 KUHP:
1)      Dalam hal antara perbuatan, meskipun perbuatan itu masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada sedemikian hubungannya sehingga harus dipandang sebagai sutu perbuatan yang berlanjut, maka hanyalah satu aturan hukum saja yang diberlakukan, jika berlainan, maka dipakai aturan dengan hukum pokok yang terberat.
2)      ….
C.    Yurisprudensi tentang samenloop (concursus)
Putusan Mahkamah Agung tanggal 28 April 1964 No. 156 K/Kr/1963 yang menyatakan antara lain:
“soal perbuatan lanjutan adalah mengenai soal penjatuhan hukuman dan tidak mengenai pembebasan dari tuntutan.”
D.    Ajaran Causalitas atau sebab-akibat
1.      Pengertian dan Teori Kausal
Contoh:
Seseorang dilukai oleh orang lain dan ia pergi kerumah sakit meminta pertolongan dokter, tetapi ditengah jalan ia kejatuhan kelapa sehingga ia mati; maka perbuatan melukai tersebut tidak dipandang sebagai sebab kematiannya. Kematiannya semata-mata disebabkan oleh kelapa yang jatuh itu. Mwnurut van Buri, semua rentetan kejadian tersebut merupakan sebab dari suatu akibat.
Teori-teori sebab akibat:
a.       Teori de meest werkzame Bedingung dari Brickmayer: “sebab” adalah yang paling member akibat.
b.      Teori Geichgewicht dari Binding. Syarat adal sebab yang merupakan pokok dari pada syarat positif (yang menyebabkan suatu akibat) diatas negatif (yang menahan akibat)
c.       Teori dari Kohler, syarat adalah sebab yang menentukan bagi die arte.
2.      Yurisprudensi mengenai ajaran kausalitas
Mahkamah Agung RI dengan putusan pada tanggal 8 januari 1975 No. 105 K/Kr/1975, berpendapat antara lain:
”Seseorang yang menggunakan senjata tajam terhadap orang lain untuk membuktikan apakah orang itu benar-benar tidak mempan senjata tajam, harus dapat mempertimbangkan bahwa kemungkinan besar orang itu memang bukan manusia biasa, sehingga ia dianggap tidak mempunyai niat untuk melukai orang tersebut.”
6.            MELAWAN HUKUM
A.    Pengertian Melawan Hukum (unlawfulnes)
Sebagian pakar menggunakan istilah onrechtmatige daad, doktrin membedakan welawan hukum atas;
1.      Melawan hukum dalam arti materiil
2.      Melawan hukum dalam arti formil.

B.     Melawan Hukum sebagai unsur Delik
Sebagian pakar berpendapat bahwa jika dalam rumusan delik dimuat unsur “melawan hukum”, unsure itu harus dibuktikan dan sebaliknya, jika tidak dirumuskan, tidak perlu dibuktikan.
1.      Panganiayaan yang Diatur dalam Pasal 351 KUHP
Penganiayaan adalah suatu perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain
2.      Pelanggaran Kesusilaan di Hadapan Umum

7.            SIFAT DAPAT DIHUKUM
A.    Pengertian Dapat Dihukum
Dalam hal ini hukuman bisa terbebas meski semua unsure delik telah lengkap, karena terdapat alasan-alasan yang membebaskannya. 
B.     Kurang sempurna Akal atau sakit ingatan
Hal ini diatur dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit igatan.”
C.    Keadaan memeksa
Hal ini diatur dalam pasal 48 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong oleh suatu keadaan memaksa.”
Doktrin membedakan keadaan memaksa sebagai berikut:
1.      Paksaan absolute, yaitu paksaan yang pada umumnya dilakukan dengan kekuasaan tanaga manusia oleh orang lain.
Misalnya:
A dipanggil untuk didengarkan sebagai saksi. Akan tetapi, pada waktu hendak memenuhi panggilan tersebut, ia diikat oleh B sehingga tidak bisa berjalan dan dengan demikian tidak dapat memenuhi panggilan tadi.”
2.      Paksaan relative, yaitu paksaan yang kemungkinan dapat dielakkan walaupun secara perhitungan yang layak, sulit diharapkan bahwa yang mengalami keadaaan memaksa tersebut akan dapat mengadakan parlawanan.
Misalnya:
A memaksa si B agar B memukul si C, jika si B tidak melaksanakan, B akan dipukul oleh A. Dalam keadaan demikian, ada kemungkinan B melarikan diri.
D.    Keadaa Terpaksa
Keadaan terpaksa ini merupakan perluasan dari keadaan memaksa, Prof. Satochid Kartanegara menjelaskan keadaan terpaksa sebagai berikut:
“Keadaan ketika suatu kepentingan hukum dalam keadaan bahaya dan untuk menghindarkan bahaya itu, terpaksa dilanggar kepentingan hukum lain.”
Contoh:
Ada dua orang pelaut yang secara bersamaan perpegangan pada datu balok kayu karena kapal mereka hanyut oleh ombak dan tenggelam, dan balok tersebut hanya dapat mengapungkan satu orang sehingga salah satu temannya mendorong yang satunya agar tidak berpegangan pada balok tersebut sehingga temannya mati tenggelam.
E.     Noodweer
1.      Pengertian Noodwer
Hal ini diatur dalam Pasal 49 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
1)      Tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan, yang terpaksa dikerjakan utuk membela dirinya sendiri atau diri orang lain, membela perikesopanan sendiri atau kesopanan orang lain atau membela harta benda kepunyaan sendiri atau kepunyaan orang lain, karena serangan yang melawan hukum dan berlaku seketika itu atau mengancam dengan seketika.
2)      Tidak boleh dihukum barang siapa melempui batas pembelaan yang perlu jika perbuatan itu dilakukannya karena sangat panas hatinya (guncang jiwanya), disebabkan oleh serangan itu.
Arti Noodwer adalah darurat, memaksa. Para pakar menetapkan syarat-syarat Noodwer yaitu sebagai berikut:
a.       Harus ada serangan
Seranga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1)      Serangan itu harus mengancam dan dating dengan tiba-tiba
2)      Serangan itu harus melawan hukum
b.      Terhadap serangan itu perlu dilakukan pembelaan diri
Pembelaan harus memenuhi syarat-syarat debgai berikut:
1)      Harus merupakan pembelan terpaksa
2)      Pembelaan itu dilakukan dengan serangan setimpal
3)      Pembalaan harus dilakukan untuk membela diri sendiri atau orang lain, kehormatan diri sendiri atau orang lain, benda kepunyaan sendiri atau orang lain.
F.     Tidak dapat bertanggung jawab
Hal ini umumnya dihubungkan dengan keadaan rohani dan jasmani dari si pelaku, antara lain:
a.       Jiwa si pelaku cacat.
b.      Karena tekanan jiwa yang tidak dapat ditahan.
c.       Gangguan penyakit jiwa.

8.            KEADAAN-KEADAAN (CIRCUMSTANCES)
A.    Pengertia keadaan-keadaan
Keadaan dimaksut adalah keadaan-keadaan yang menyertai suatu perbuatan pada waktu dilakukan dan keadaan yang datang kemudian sesudah perbuatan yang dilakukan
B.     Keadaan yang menyertai perbuatan
Hal ini merupakan keadaan yang menyertai suatu perbuatan pada saat dilakukan. Misalnya:
1.      Pasal 211 KUHP, yang berbunyi:
“Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan, memaksa seorang pagawai negeri untuk menjalankan perbuatan jabatan aatu untuk mengalpakan perbuatan jabatan yang sah, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

C.    Keadaan-keadaan sesudah perbuatan
Ini disebut sebagai “syarat penyertaan” untuk membuat seorang pelaku menjadi dapat dihukum.

9.            DEELNEMING
A.    Pengertian Deelneming
Kata deelneming diambil dari kata deelnemen (belanda) yang diterjemahkan dengan kata “menyertai” dan deelneming diartikan menjadi “penyertaan”.
Menurut doktrin delneeming menurut sifatnya terdiri atas:
1.      Deelneming yang berdiri sendiri, yakni pertanggung jawaban dari tiap-tiap peserta di hargai sendiri-sendiri.
2.      Deelneming yang tidak berdiri sendniri, yakni pertanggung jawaban dari peserta satu digantungkan pada perbuatn peserta yang lain.
Hal ini diataur dalam Pasal 55 KUHP, sebagai berikut:
“(1) Dihukum sebagai pelaku suatu tindak pidana:
1)      Mereka melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu.
2)      Mereka yang dengan member, menjanjikan sesuatu, salah memakai kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, paksaan, atau ancaman atau penyesatan atau dengan memeberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan, sengaja memebujuk supaya perbuatan itu dilakukan.
(2) Tentang orang-orang yang disebutkan belaknagan, hanyalah perbuatan yang dibujuk dengan sengaja yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.”
B.     Orang yang melakukan Delik
Pelaku dapat diketahui dari jenis delik, yaitu:
1.      Delik formil, pelakunya adalah barang siapa yang telah memenuhi perumusan delik dalam UU.
2.      Delik materiil, pelakunya adalah barang siapa menimbulkan akibat yang dilarang dalam perumusan delik.
3.      Delik yang memuat unsur kausalitas atau kedudukan, pelakunya adalah barang siapa yang memiliki unsur kedudukan atau kausalitas sebagaimana yang dirumuskan, misalnya dalam kejahatan jabatan, pelakunya adalah pegawai negeri.
C.    Membantu
Memebantu kejahatan diatur dalam Pasal 56 KUHP yang berbunyi:
“Sebagai pembantu melakukan kejahatan dihukum:
1.      Mereka yang dengan sengaja membantu saat kejahatan itu dilakukan.
2.      Mereka yang dengan sengaja memeberi kesempatan, ikhtiar, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.”

10.        PERCOBAAN (ATTEMPT/POGING)
A.    Pengertian Percobaan
Adakalanya suatu kejahatan telah nulai dilakukan, tetapi tidak dapat diselesaikan sesuai dengan maksud si pelaku, misalnya:
B seorang pencopet, pada saat memasukkan tangan kesaku R, ia ketangkap.
Meski tersebut, perbuatan si B merupakan perbuatan yang membahayakan kepentingan orang lain yang dilindungi oleh hukum dan layak mendapat ancaman hukuman. Dasar hukuman tersebut, dalam ilmu hukum pidana ada dua teori, yaitu:
1.      Teori subjektif
Kehendak dasar pelaku itu merupakan dasar Andaman hukuman.
2.      Teori objektif
Dasar hukuman bagi si pelaku adalah karena sifat perbuatan si pelaku membahayakan.
B.     Syarat (unsur-unsur) percobaan
Percobaan melakukan kejahatan diancam hukuman, hal ini diatur dalam Pasal 53 KUHP yang berbunyi:
“percobaan untuk melakukan kejahatan dihukum apabila maksud akan melakukan kejahatan itu sudah nyata dengan suatu permulaan pelaksanaan dan perbuatan itu tidak selesai disebebkan hal ihwal yang tidak tergantung pada kemauannya sendiri.”
Bardasarkan UU diatas, rumusan (unsur-unsur) percobaan adalah:
1.      Maksud dari orang yang hendak melakukan kejahatan.
2.      Permulaan palaksanaan kejahatan sudah nyata sebagaimana telah ditentukan dalam suatu norna pidana.
3.      Keadaa, yakni pelaksanaan itu tidak selesai hanya karena keadaan-keadaan yang tidak tergantung pada kehendak orang yang melakukan (pelaku).
C.    Sanksi terhadap percobaan
Hal ini diatur dalam Pasal 53 ayat (2) dan (3), yang berbunyi sebagai bnerikut:
(2) maksimum hukuman pokok atas kejahatan itu dalam hal percobaan dikurangi dengan sepertiga.
(3) kalau kejahatan itu diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka dijatuhkan hukuman paling lama lima belas tahun penjara.
D.    Percobaan yang tidak diancam oleh sanksi
Ternyata tidak semua percobaan dijatuhkan hukuman, hal ini diataur dala Pasal-pasal KUHP sebagai berikut:
1.      Pasal 184 ayat (5) KUPH, percobaan melakukan perkelahian tanding antara seorang lawan seorang.
2.      Pasal 302 ayat (4) KUHP, percobaan melakukan penganiayaan terhadap binatang.
3.      Pasal 351 ayat (5) dan pasal 352 ayat (2) KUHP, percobaan melakukan penganiayaan dan penganiayaan ringan.
4.      Pasal 54 KHUP, percobaan melakukan pelangggaran, tidak boleh dihukum

11.        HAPUSNYA HAK PENUNTUTAN PIDANA DAN EKSEKUSI
A.    Hapusnya hak penuntutan
1.      Adanya suatu putusan yang dikeluarkan tetap.
Hal ini diatur dalam Pasal 76 KUHP yang berbunyi:
“kecuali dalam hal putusan hakim dapat diubah, orang tidak dapat dituntut sekali lagi karena perbuatan baginya telah diputuskan oleh hakim di Indonesia.”
2.      Kematian orang yang melakukan delik.
Hal ini diataur dalam Pasal 77 KUHP yang berbunyi:
“hek menuntut hilang karena mninggalnya si tersangka.”
3.      Daluwarsa
Hal ini diatur dalam Pasal 78 KUHP yang berbunyi:
“1)  Hak untuk penuntutan pidana hapus karena daluarsa:
1e. dalam satu tahun bagi semiua pelanggaran dan bagi kejahatan yang dilakukan dengan percetakan
2e. dalam enam tahun bagi kejahatan-kejahatan yang diancam dengan denda, hukuman kurungan atau hukuman penjara, yang lamanya tidak lebih dari tiga tahun.
3e. dalam dua belas tahun bagi semua kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara sementara yang lamanya lebih dari tiga tahun.
4e. dalam delapan belas tahun bagi semua kejahatan, yyang diancam dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup.
2)      Untuk orang, yang sebelum melakukan perbuatan itu umurnya belum cukup delapan belas tahun, tenggang daluwarsa yang tersebut diatas itu, dikurangi sepertiga.”
4.      Penyelesaian diluar pengadilan
Hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“hak penuntutan pidana karena pelanggaran, yang atasnya tidak ditentukan hukuman pokok lain daripda denda, hilang kalau dengan rela hati sudah sibayar maksimum dendan dan juga biaya perkara, ..”
B.     Hapusnya hak eksekusi
1.      Kematian terpidana
Hal ini tidak terlalu diperhatikan oleh KUHAP. Dahulu ada pengecualian dalam pasal 368 HIR yang berbunyi sebagai berikut:
“jika orang yang melakukan pelanggaran pidana telah meninggal setelah putusan hakim yang tidak dapat diubah lagi , maka dalam perkara-perkara pelanggaran peraturan pajak dan cukai, semua denda dan perampasan serta biaya-biayanya ditagih dari ahli-ahli waris atau wakil-wakil orang yang meninggal itu.”


2.      Daluwarsa
Ketentuan tentang daluarsa ini dimjuat dalam Pasal 84 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
a.       Hek menjalankan hukuman hilang karena daluwarsa
1.      Tenggang daluarsa ini untuk pelanggaran-pelanggaran, lamanya dua tahun, untuk kejahatan yang disebabkan karena percetakan, lamanya lima tahun, dan untuk kejahatan lain, lamanya sama dengan tenggang daluwarsa hak menuntut pidana, ditambah sepertiga.
2.      Tengggang daluarsa ini sekali-kali tidak boleh kurang dari lamanya hukuman yang telah dijatuhkan.
3.      Hak menjalankan hukuman mati tidak kena daluwarsa.
3.      Grasi
Keteentuan tentang grasi dimuat dalam Pasal 14 UUD 1945. Pengertian grasi adalah wewenang dari kepala Negara utntuk menghapuskan seluruh hukuman yang telah dijatuhkan hakim atau mengurangi hhukuman pokok yang berat dengan suatu huukuman yang lebih ringan.

12.        HUKUMAN
A.    Teori tentang Hukuman
1.      Teori imbalan
Dasar hukuman itu harus dicari dari kejahatan itu sendiri.
2.      Teori maksud atau tujuan
Hukuman dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yaitu memeperbaiki ketidakpuasaan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu.
3.      Teori gabungan
Yakni gabungan dari teori-teori diatas, maka disimpulakan ada beberapa teori gabungan ini, yakni:
a.       Menjerakan penjahat
b.      Memebinasakan atau membuat tak berdaya lagi si penjahat
c.       Memperbaiki pribadi si penjahat
B.     Hukuman Pokok
Dalam pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“pidana terdiri atas:
a.       Hukuman pokok:
1.      Pidana mati
2.      Pidana penjara
3.      Kurungan
4.      denda
b.      Hukuman tambahan:
1.      Pencabutan hak-hak tertentu
2.      Perampasan barang-barang tertentu
3.      Pengumuman putusan hakim

13.        LINGKUNGAN BERLAKUNYA NORMA PIDANA
A.    Undang-undang tidak berlaku surut
hal ini sesuai dengan asas yang ada pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
“Tiada suatu perbuatan dapat dihukum kecuali berdasarkan suatau ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah ada terlebih dahulu dari perbuatan itu.”
         Demikian tidak seorangpun dapat dihukum karena suatu perbuatan, kecuali atas suatu undang-undang yang berlaku sebelum perbuatan itu dilakukan.
B.     Tempat Delik
Dalam hal ini banyak ajaran, yakni:
1.      Ajaran diamana perbuatan dilakukan
2.      Ajaran berdasarkan alat
3.      Ajaran berdasarkan akibat
4.      Ajaran lebih dari satu tempat
C.    Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana
1.      Asas Teretorial
Menurut asas ini, hukum suatu Negara berlaku untuk seluruh wilayah Negara tersebut, dalam Pasal 2 KUHP disebutkan:
“aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam wilayah Indonesia.”
2.      Asasa Kebangsaaan
Undang-undang pidana suatu Negara diberlakukan bagi setiap warga Negaranya dimanapun berada, bahkan juga kalau berada di luar negeri. Asas ini terdapat pada Pasal 5, 6, dan 7 KUHP.
Pasal 5 berbunyi:
1)      Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warga Negara yang diluar Indonesia melakukan:
Ke-1 salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan Pasal 451
Ke-2 salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan dilakukan, diancam dengan pidana.
2)      Penuntutan perkara sebagai dimaksud dalam Ke-2 dapat dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan.
3.      Asas Perlindungan
Asas perlindungan ini dirumuskan dalam Pasal 3 KUHP yang berbunyi:
“Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang di luar Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam kapal Indonesia.”
Kepentingan nasional yang perlu mendapatkan adalah:
a.       Keamanan Negara, keselamaatan, dan martabat kepala Negara.
b.      Kepercayaan terhadap mata uang, meterai, dan merek-merek
c.       Kepercayaan terhadap surat sertifikat dan sertifikat yang diterbitkan pemerintah Indonesia.
d.      Keamanan alat-alat pelayaran Indonesia.