Kamis, 27 Oktober 2011

Peribadatan islam


PEMBAGIAN SHALAT DAN KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAAH
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Revisi Mata Kuliah
Hukum Peribadatan Islam
Oleh:

Fahad  Ubay                           C51210126
Irawati Baroatul Ismiyah        C51210132
Jejen                                       C51210137
Khoirun Ni’mah                      C51210141
Muhammad                             C51210148

Dosen Pembimbing:
H. Abu Dzarrin Al Hamidy

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARI’AH
SURABAYA
2010



 
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai orang islam, selazimnya bagi kita untuk melaksanakan segala kewajiban dan meninggalkan segala larangan, dalam rukun islam yang lima itu ada salah satu kewajiban kita, yang harus kita laksanakan setiap harinya yaitu shalat, sebelum lebih jauh kita melakukan hal itu, kita harus mengetahui tatacara bagaimana gerakan shalat itu, setelah kita mengetahui gerakan serta bacaaannya hendaknya kita mengetahui kapan waktu-waktu shalat yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.
Selain shalat yang difardhukan ada juga shalat yang disunnahkan bagi kita, dalam hal ini kami pemakalah akan memaparkan kepada para pembaca yang budiman sedikit tentang pembagian sholat ditrinjau dari aspeknya, serta hukum shalat serta keutamaan shalat berjamaah.

B.     Rumusan Masalah

1.    Bagaimana pembagian Sholat ditinjau dari berbagai Aspeknya?
2.    Apa hukum sholat berjamaah?
3.    Apa keutamaan Sholat berjamaah?

C.     Tujuan Penulisan

1.    Mengetahui pembagian sholat ditinjau dari berbagai aspeknya
2.     Memahami hukum sholat berjamaah
3.    Mengetahui keutamaan sholat berjamaah






PEMBAHASAN
A.    Pembagian Sholat ditinjau dari aspeknya
1.    Ditinjau dari segi hukum sholat
Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian sholat menurut hukumnya, tetapi pada intinya adalah sama menurut madzhab imam Asyafi’ie pembagian sholat ditinjau dari hukumnya ialah:
الشافعية قالوا: تنقسم الصلاة إلى نوعين : أحدهما : الصلاة المشتملة على ركوع وسجود وقراءة, و تحت هذا قسمان : الصلوات الخمس المفروضة : و الصلاة النافلة. ثانيهما : الصلاة الخالية من الركوع والسجود, لكنها  مشتملة علي التكبير والقراءة والسلام. وهى صلاة الجنازة.[1]
Menurut madzhab imam hanafi ialah:
الحنفية قالوا : الصلاة اربعة انواع : الأول : الصلاة المفروضة  فرض عين, كالصلوات الخمس, الثانى : الصلاة المفروضة فرض كفاية, كالصلاة الجنازة, الثالث: الصلاة الواجبة, وهى صلاة الوتر و صلاة العيدين, الرابع : الصلاة النافلة, سواء كانت مسنونة أو مندوبة.[2]
Dari pengertian diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa hukum sholat itu ada:
a)      Fardhu
                                                            I.            Fardhu ‘ain ; contohnya shalat lima waktu
                                                         II.            Fardhu kifayah: contohnya shalat janazah,
b)      Sunnah
                                                            I.            Salat sunnat yang disyari’atkan  dilakukan sendiri-sendiri (munfarid) diantaranya:
a.       Salat Rawatib
b.      Salat Tahiyatul Wudhu
c.       Salat Istikharah
d.      Salat Mutlaq
e.       Salat Dhuha
f.       Salat Tahiyatul Masjid
g.      Salat Tahajud
h.      Salat Hajat
i.        Salat Awwabin
j.        Salat Tasbih
k.      Salat Taubat
                                                         II.            Sedangkan yang dapat disyari’atkan secara berjama’ah antara lain:
a.       Salat Tarawih
b.      Salat Ied
c.       Salat Gerhana
d.      Shalat Istisqo[3]
2.    Pembagian sholat ditinjau dari waktu
Bahwa dalam melakukan sholat kita sebagai orang islam harus mengetahui waktu-waktu dibolehkannya shalat, dan tidak diperbolehkannya shalat. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-qur’an surat an-nisa’,

 إن الصلاة كانت علي المؤمنين كتابا موقوتا ( النساء الأية 103)
Artinya:
Sungguh shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”

Rosulullah SAW dalam hal ini beliau bersabda:
"عن عبد الله بن عمرو: أن رسولا الله ص. قال : وقت الظهر إذا زالة  الشمس, وكان ظل الرجل كطوله ما لم يحضر العصر, و وقت العصر ما لم تصفر الشمس, و وقت الصلاة المغرب ما لم يغب الشفق, و وقت صلاة العشاء الي نصف الليل الأوسط, و وقت صلاة الصبح من طلوع الشمس مالم تطلع الشمس, فإذا طلعت الشمس فأمسك عن الصلاة, فإنها تطلع بين قرني شيطان" (رواه المسلم)
Artinya:
Dari Abdullah bin umar, bahawsanya rosulullah SAW bersabda: waktu sholat dzuhur itu ketika  tergelincirnya matahari, dan ketika bayangan seseorang sebagaimana panjangnya yang mana belum sampai waktu ashar, dan waktu ashar ketika sebelum muncul mega kuning, dan waktu sholat magrib ketika belum menghilang senja(mega merah), dan waktu shalat isya’ialah sampai sepertengah malam, dan waktu sholat subuh ialah ketika belum terbit matahari, dan apabila matahari telah terbit maka tahanlahlah (jagalah) dari shalat, maka yang demikian itu  diantara dua  tanduk syetan. (HR.Muslim)
  
 Untuk mengetahui waktu shalat ada 4 cara:
1.   Dengan cara hisab atau rukyah
2.  Dengan tergelincirnya matahari
3.  Dengan terbenamnya matahari
4.  Dengan hilanya Syafak  merah
5.  Dengan adanya warna putih di ufuk, untuk mengetahui waktu subuh[4]

Dalam hal ini empat imam madzhab sepakat bahwa awal waktu dhuhur adalah ketika  matahari sudah tergelincir, menurut Syafi’ie dan Maliki hingga panjang bayangan benda sama dengan tinggi benda tersebut, sedangkan waktu ashar ialah bayangan suatu benda dua kali lebih panjang dari pada tinggi benda tersebut, para sahabat hanafi berpandapat bahwa awal waktu ashar lebih tinngi duakali lebih panjang  sedangkan akhir shalat asar ialah ketika matahari terbenam. Waktu maghrib ialah ketika matahari terbenam, sedanglkan syafaq ialah warna merah yang muncul sesudah maghrib.waktu isya’ dimulai sejak hilangnya mega merah diufuk barat atau syafaq. Sedangkan awal sholat subuh ialah ketika terbit fajar yang kedua yaitu fajar shadiq, sedangkan alhir shalat shubuh ialah waktu terbit matahari.[5]
Disamping waktu-waktu yang telah ditetapkan diatas, adapula waktu-waktu yang dilarang untuk melaksanakan sholat, yaitu:
1.      Dari terbitnya fajar kedua hingga terbit matahari. Hal itu berdasarkan sabda rasulullah Shallallahu Alaihi wa salam,
إذا طلع الفجر فلا صلاة إلا ركعتى الفجر.
jika terbit fajar, maka tidak ada shalat selain dua raka’at fajar.” Diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, dan selain keduanya.”[6]

Jika fajar telah terbit, maka ia tidak boleh shalat sunnah, melainkan shalat rawatib fajar.
2.      Dari terbit matahari hingga meninggi sepenggalahan seukuran panah menurut pandangan mata telanjang
3.      Ketika matahari tepat di zenith langit hingga tergelincir. Keberadaan matahari di titik zenith di ketahui ketika bayang bayang benda berhenti bergerak, tidak lebih dan tidak berkurang hingga tergelincir kearah barat. Hal itu berdasarkan perkataan Uqbah bin amir.

ثلاث ساعات كان رسول الله صلي الله عليه وسلم ينهانا أن نصلي فيهن أو أن نقبر فيهن موتانا : حين تطلع الشمس با زغة حتي ترتفع, وحين يقوم قائم الظهيرة  حتي تميل الشمس, وحين تتصيف الشمس للغروب حتي تغرب.
 “ tiga waktu yang Rasulullah SAW melarang kami untuk melakukan shalat di dalamnya atau untuk memakamkan orang yang meninggal dunia diantara kami : ketika matahari terbit dengan cahayanya hingga meninggi, ketika orang berdiri dan bayang-bayangnya tidak ada lebihnya di timurnya atau di baratnya hingga matahari tergelincir, dan  Ketika matahari condong untuk terbenam hingga terbenam (HR. Muslim)[7]

4.      Dari setelah shalat ashar sehingga matahari terbenam. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi Wasalam,

لا صلاة بعد الفجر حتي تطلع الشمس ولا صلاة بعد العصر حتي تغيب الشمس
 ( متفق عليه )

“ tidak ada shalat setelah fajar hingga matahari terbit dan tidak ada shalat setyelah ashar hingga matahari terbenam” ( Muttafaq alaihi)

5.      Ketika matahari mulai terbenam hingga terbenam seluruhnya.
Tapi boleh mengqadha shalat fardu yang tertinggal didalam waktu-waktu ini, karena sabda Rasullullah SAW  yang sangat umum ,

من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها (رواه متفق عليه)
" Barang siapa yang tertidur atau lupa sehingga meninggalkan shalat, maka hendaknya ia melakukan shalat itu langsung ketika teringat.” (muttafaq alaih )
           
Boleh juga melakukan shalat dua Rakaat thawaf di dalam waktu-waktu itu. Hal itu berdasarkan sabda Rasullullah SAW,
لا تمنعوا أحدا طاف بهذا البيت وصلي أية ساعة شا ء من ليل أو نهار. ( الترميذى )
“ janganlah engkau melarang siapa saja yang akan melakukan thawaf disekitar rumah ( ka’bah) ini, lalu shalat kapanpun waktunya sesuai kehendaknya di malam hari atau siang hari ( HR. Tirmidzi)
Menurut salah satu dari dua pendapat dari para ulama yang benar bahwa boleh melakukan shalat diwaktu-waktu terlarang, yaitu shalat-shalat yang memiliki sebab. Misalnya : shalat Jenazah, tahiyyatul masjid, dan shalat gerhana.

B.     Hukum sholat berjamaah

Shalat merupakan amalan yang paling utama didalam agama islam setelah syahadatain karena shalat adalah  amalan yang pertama kali dihisab besok dihari kiamat.  Shalat disyariatkan pelaksanaannya secara berjamaah. Shalat berjamaah adalah shalat yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih yang satu berdiri didepan sebagai Imam dan yang lainnya di belakang sebagai makmum dengan syarat-syarat tertentu.
       Nabi SAW sangat menganjurkan shalat berjamaah, beliau mengecam keras  orang yang meninggalkan shalat berjamaah tanpa ada udzur. Meninggalkan shalat berjamaah merupakan salah satu penyebab bagi seseorang untuk tidak melakukan shalat. Dan perlu diketahui bahwa meninggalkan shalat adalah kekufuran. Setiap muslim wajib memelihara shalat pada waktunya dan mengerjakan shalat sesuai dengan yang disyariatkan Allah.
 Dan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:

Artinya :
          “Seorang laki-laki buta datang kepada Nabi dan berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai penuntun yang akan menuntunku ke Masjid. Maka dia minta keringanan untuk shalat dirumah, maka diberi keringanan. Lalu ia pergi, Beliau memanggilnya seraya berkata: Apakah kamu mendengar adzan ? Ya, jawabnya. Nabi berkata :Kalau begitu penuhilah (hadirilah)!”[8]
Didalam hadits ini Rasulullah SAW tidak memberikan keringanan kepada Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu‘anhu untuk shalat dirumahnya (tidak berjamaah) kendati ada alasan, diantaranya:
ü  Keadaan beliau buta.
ü  Tidak adanya penuntun ke Masjid.
ü  Rumahnya jauh dari Masjid.
ü   Adanya binatang buas.
ü  Tua umurnya dan telah lemah tulang-tulangnya.
       Dari hadis diatas dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya melaksanakan shalat berjamaah meskipun mempunyai udzur. Bahkan disebutkan dalam hadis lain bahwasanya Nabi SAW sempat punya keinginan untuk membakar rumah orang yang tidak ikut shalat berjamaah padahal dia tidak punya udzur atau halangan untuk berjamaah di masjid.[9]
       Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Menurut jumhur ulama hukumnya sunnah, menurut Imam Ahmad dan Abu Hanifah hukumnya wajib, sedangkan menurut Al Dzahiriyah wajib, jadi Jika orang laki-laki tidak melakukan jamaah di masjid maka shalatnya batal.
 Menurut pendapat yang paling unggul bahwasanya hukum shalat berjamaah ialah sunnah muakkadah (sunnah yang di kuatkan), yaitu dibawah wajib dan di atas sunnah biasa.
C.     Keutamaan sholat berjamaah
Shalat berjamaah mempunyai banyak keutamaan, diantara dalil naqlinya ialah sabda Rasul SAW dari Ibnu Umar beliau bersabda:
صلاةالجماعة تفضل صلاة الفذ بخمس وعشرين او سبع وعشرين درجة (رواه البخارى)
“shalat berjamaah itu lebih baik dari sendirian dengan dua puluh lima atau dua puluh tujuh derajat” (Imam Bukhori).[10]
Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW bersabda:
صلاة الرجل فى جماعة تزيد على صلاته فى بيته وسوقه خمسا وعشرين درجة
“shalat seseorang secara berjamaah melebihi shalatnya dalam rumahnya dan pasarnya dengan kelebihan dua puluh lima derajat[11]
Para ulama menyebutkan bahwa perbedaan derajat pahala yang diperoleh oleh orang yang shalat berjama’ah tergantung pada kondisi seseorang yang shalat, sebagian mendapatkan dua puluh tujuh dan sebagian yang lain mendapatkan dua puluh lima sesuai dengan kesempurnaan shalat seseorang, kewaspadaan, kekhusyu’an, banyaknya jama’ah dan kemuliaan tempat dimana dia melakukan shalat dan lain sebagainya.
Sebagian ulama menyebutkan sebab-sebab perbedaan derajat tersebut. Di antaranya adalah Al Hafidz Ibnu Hajar, berkata: “Saya telah menyebutkan beberapa sebab perbedaan derajat keutamaan orang yang melaksanakan shalat berjamaah, dan telah saya pisahkan yang tidak bersangkutan dengan shalat berjamaah.” Sebab-sebab yang disebutkan Al Hafizh Ibnu Hajar adalah:
1. Memenuhi panggilan muadzin dengan niat shalat berjamaah di masjid
2. Mengikuti Takbiratul Ihram bersama imam
3. Perjalanan menuju masjid dengan tenang
4. Masuk masjid dengan berdo’a terlebih dahulu
5. Shalat tahiyatul masjid ketika memasuki masjid, ini semua dengan niat shalat
berjama’ah
6. Menunggu shalat berjama’ah
7. Do’a dan permohonan ampunan malaikat utuknya
8. Para malaikat menyaksikannya
9. Menyambut iqamat
10. Selamat dari syetan karena dia lari ketika mendengar iqamat
11. Berdiri menunggu takbiratul ihram imam atau langsung mengikutinya dalam keadaan
 apapun
12. Mendapatkan takbiratul ihram bersama imam
13. Meluruskan shaf dan mengisi shaf yang kosong
14. Menjawab imam ketika mengucapkan “Sami’ allaahuliman hamidah”
15. Selamat dari lupa dan mengingatkan imam ketika dia lupa dengan tasbih
16. Mendapatkan kekhusyuan dan selamat dari hal yang melengahkan shalatnya
17. Memperbaiki posisi badan
18. Para malaikat berkeliling mengitarinya
19. Berlatih tajwid dalam membaca Al-Qur’an dan belajar rukun dan sunah-sunah shalat
20. Menampakkan syiar-syiar Islam
21. Mengalahkan syetan dengan berkumpul untuk menunaikan ibadah dan ta’awun dalam keta’atan serta bersemangat untuk mengalahkan kemalasan
22. Selamat dari sifat nifaq dan berburuk sangka kepada orang lain karena dia meninggalkan shalat
23. Menjawab salam imam
24. Mengambil manfaat dari perkumpulan dengan orang lain dalam berdo’a dan berdzikir serta mendapatkan berkah dari orang yang mendapatkan pahala lebih sempurna
25. Bersikap lemah lembut terhadap tetangga melalui shalat berjama’ah.
Kemudian Al Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Inilah dua puluh lima sebab-sebab dan terdapat banyak dalil yang menyatakan hal ini dalam bentuk perintah atau anjuran. Ada dua hal lain lagi yang menyangkut shalat Jahriyah yaitu:
26. Mendengarkan dan memperhatikan bacaan imam dengan seksama
27. Mengucapkan amin ketika hams mengucapkannya, agar bersamaan dengan para malaikat[12].

                 Disamping itu shalat berjamaah juga mempunyai beberapa keutamaan, diantaranya:
  •  Menggugurkan dosa dan meninggikan derajat
Rasulullah bersabda:
  •  
  • من راح الى مسجد الجماعة فخطوة تمحو سيئة وخطوة تكتب له حسنة ذاهبا وراجعا
  •  
  • “Barangsiapa berangkat ke masjid, maka satu langkah menghapus satu keburukan dan satu langkah ditulis satu kebaikan, disaat pergi dan pulang”.
  • (HR. Ahmad)  
  •  Meraih seperti pahala haji
  • ü  Melatih kedisiplinan
  • ü  Memperkuat ukhuwah diantara sesama muslim.
  • ü  Menumbuhkan rasa tidak suka/membenci kemunafikan.
  • ü   Memperlihatkan syiar-syiar Allah ditengah-tengah hamba-Nya.
  • ü   Sarana dakwah [13]

     








KESIMPULAN
1.         Bahwa sholat ditinjau dari hukum itu ada 2:
A.            Fardhu ‘ain dan fardhu kifayah
B.            Sunnah masyruiyah bil jama’ah dan munfarid
Dan sedangkan dari waktunya yaitu:
Waktu dhuhur ialah ketika bayangan seseorang sudah sempurna atau lurus dengan orangnya, sedangkan waktu ashar ialah bayangan benda dua kali lebih panjang, sedangkan waktu maghrib ialah ketika matahari terbenam dan muncul mega diufuk barat, sedangkan waktu isya’ ialah ketika sejak menghilangnya mega merah di ufuk barat.
2.             Hukum sholat berjama’ah di masjid ialah sunnah muakkadah, apa bila ia punya udzur syar’ie tidak apa-apa baginya untuk tidak berjama’ah di masjid tapi di usahakan untuk berjama’ah ditempatnya walau hanya dua orang.
3.             Keutamaan shalat berjamaah di masjid ialah mendapat 25 atau 27 derajat, setiap langkah kakinya menuju masjid dihitung satu derajat kebaikan, sedangkan pulangnya dihapus satu keburukan.





[1] Abdurahman al-jazuri,Fiqh ala madzahibil arba’, beurut .1980,hal.160-161
[2] ibid
[3] www.wikipedia.com
[4] Abdurrahman A-l Jaziri, fiqh ala madzahibil arba’ah,Tukki.2004, hal.188
[5] Muhammad bin abdul rahman,fiqh empat madzhab, (Jeddah: DArul kutub ) hal.50
[6] Ditakhrij dari hadis ibnu umar: ahmad, hadis dengan maknanya menurut adu daud dan at Tirmidzi
[7] Riyad Shalih Bin Fauzan Al- Auzan, kitab Shalat, ( riyad: Daru Al’ashimah 2004 M) hal 186.
[8] As-Sayyid Sabiq, Fiqhu Sunnah,(Kairo:  Darul Fatah, 1995) hal 170-171
[9] Syakir Jamaluddin shalat sesuai tuntunan Nabi SAW, (Yogyakarta: LPPI UMY, 2009) hal 120
[10] Al-Qurtuby, Bidayatul Mujtahid, (Al Baerut:  Darul kutub Al ilmiyah 2006) hal 331
[11] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta:  Azamah, 2010)  hal 237
[12] http//Wikipedia.id.com,keutamaan sholat berjamaah
[13] Www.  Ustadz. Muslim. Com.